Makan … Makan …

Oleh : Evi Indrawanto

 

Ingat makan ingatlah orang Minangkabau atau sedikitnya ingatlah restoran Padang yang telah menyebar hampir keseluruh pelosok bumi ini. Suku bangsa yang berdiam di sebelah Sumatera Barat sejak dahulu terkenal memiliki resep-resep masakan lezat. Diantara resep-resep itu banyak yang diwariskan secara turun temurun dari sistem kekerabatan sesuku sampai ke sistem kekerabatan se-ibu. Dengan kata lain bercita rasa asli. Tapi jangan salah, masakan padang mengenal modifikasi resep dari resep-resep masakan suku bangsa lain.  Kesemuanya bertemu dalam satu falsafah terkenal tentang makanan : Yang di pandang rupa, yang dimakan rasa.

Canti dan lezat? Tentu. Tapi disamping lezat masakan Padang terkenal awet. Entah karena bumbunya atau lamanya waktu yang digunakan untuk memasak, masakan Sumatera Barat atau Minangkabau atau entah kenapa lebih dikenal dengan masakan Padang itu memang bisa tahan berhari-hari.  Misalnya Rendang yang salah satu bahannya menggunakan santan. Orang Minang tidak akan beranjak meninggalkan tungku sebelum rendang itu mengeluarkan minyak atau minimal kental kuahnya yang kemudian disebut Kalio.

Begitupula dengan penggunaan bumbu. Falsafahnya sama dengan falsafah makan “bahwa anda tidak boleh pelit dalam urusan perut.” Orang Minang terkenal boros dalam menggunakan bumbu. Bagi yang tidak biasa, bisa melayang nyali dibuatnya jika melihat bagaimana onggokan cabe merah giling bergelimpangan diatas cobek yang mereka sebut ‘batu lado’ . Padahal mereka hanya akan merendang satu kilo daging sapi. Ya sangat menarik melihat keberanian mereka menggunakan cabe merah keriting yang terkenal menyengat, santan kental dari buah kelapa yang cukup masak, atau sekian buah bawang merah hanya untuk memasak satu kilo daging. Begitulah. Anda tidak bisa menyangkal bahwa akhirnya masakan ini  hampir bisa diterima oleh semua lidah. Lama mengolah dan banyak bumbu itu hanya merupakan password untuk memanjakan lidah anak- cucu dari nenek-moyang orang Minangkabau.

 

Jenis-jenis masakan

Rendang memang memegang kata kunci dalam jenis masakanan orang Minang. Bisa juga dikatakan rendang adalah makanan adat sebab ia hadir setiap saat. Dalam setiap upacara adat atau kegiatan seremonial rumah tangga sehari-hari rendang tidak pernah ketinggalan dalam daftar menu. Ia ibarat rok dengan blus. Hilang satu maka sumbanglah mata yang memandang.

Tapi masakan Padang bukan hanya itu. Aneka jenis gulai-gulai yang mengundang selera bertebaran di seantero pelosok Kanagarian (daerah) Minangkabau, menunggu waktu untuk di publikasikan. Ada Gulai Banak dengan bahan dasar otak sapi. Ada Gulai Tunjang dengan bahan kaki sapi atau kerbau. Ada Gulai Masin dengan bahan dasar ikan tongkol atau ikan emas. Atau Gulai Paku (pakis) yang gurih dicampur dengan ikan asin jambal plus taburan rasa asam dari potongan asam kandis.

Masih kurang? Jangan kutir. Sate Padang, Selada, Soto, atau aneka Dendeng disediakan resepnya didalam home page ini. Anda dipersilahkan untuk datang dan menjelajahi. Bahkan jika anda rindu pada steak, disinipun tersedia. Telah disinggung diatas tadi bahwa masakan padang mengenal modifikasi resep. Menu dari sepupu orang Minang yang berkulit putih inipun sudah lama merasuk kedapur orang Minang. Namanya Steak Ala Minang. Rasanya tidak perlu anda tanyakan mungkin Black Peper Steak yang dagingnya berasal dari sapi  special seperti Black Angus itu bisa  cemburu jika anda sejajarkan dengan steak orang Minang. Hanya anda tidak membutuhkan kentang atau salad untuk menemaninya. Yang anda butuhkan adalah nasi hangat dari beras “Karuik Kusuik’ yang putihnya sama dengan salju  diatas Gunung Himalaya.

Tidak lengkap rasanya jika anda hanya mengenal lauk-pauk. Yuk! Sekarang kita menjelajah ke penganan kecil. Pernah mendengan “Nainti Lunak”? Maksud nama itu adalah kue yang ingin menyaingi keterkenalan Combro’ atau Misro’ milik suku diluar suku Mingakabau. Bahanya dari tepung beras ketan, diuleni dengan air kapur sirih, dibulatkan sebesar telur ayam kampung, lalu didalamnya diisi oleh unti berupa kelapa parut dan gula pasir, lalu digoreng.

Ada lagi Bubur Kampiun. Jika bulan puasa dan kebetulan anda berada di Jakarta pergilah ke Proyek Senen untuk mencari ‘pabukoan’ atau disebuah tempat yang tidak jauh dari sana yaitu dimuka bioskop Rivoli. Bubur Kampiun yang dijajakan disana terkenal lezatnya sejak lama.

Bagi wanita yang suka arisan, anda tidak akan kecewa jika menghidangkan Ongol-Ongol Nangka pada teman-teman anda. Apalagi jika ditemani oleh Arai Pinang, Lamang Baluo atau orang Magek (salah satu ke Nagarian di Minangkabau) memanggilnya dengan Lamang Luluik. Lemang ini mudah membuatnya tidak dibakar didalam batang bambu sebagaimana lemang konvesional. Bahan dasar adalah beras ketan yang dimasak setengah matang dan untinya yang terbuat dari kelapa muda plus gula merah dililit oleh daun pisang, disemat, lalu dikukus. Jika anda iseng untuk memikirkannya, bentuknya persis seperti bantal guling.

Bagaimana dengan minuman? Oh ada. Namanya adalah teh telur. Teh telur adalah kombinasi dari teh dan kuning telur ayam kampung atau telur itik, diaduk jadi satu dengan gula. Dengan bertambah luasnya daya jelajah orang Minang dalam merantau tidak ketinggalan pula halnya selera. Sekarang teh telur biasa ditambah dengan madu atau susu. Rasanya? Anda tidak akan dapat melihat kedua belah telinga jika sedang menikmatinya.

Bon a petit, semoga suka.

 

ALSU Mei 1999